Bunda

From Quora. By Elia Junian 

      Mungkin seorang Ibu (wanita)  tulus yang sa harap menjawab opini ini.Tapi jawab sendiri, tak perlu di muka.

Psikologi khan prilaku secara biologis, dimana perilaku bisa beruba tergantung perubahan berupa perkembangan atau pengurangan dari diri manusia, setiap usia perkembangan wanita memang terjadi perubahan signifikan dan cepat bahkan spektakuler dibanding kaum Adam.  

Baik secara biologis mau pun rohani bahkan  secara jiwa yg dasarnya memiliki rasa dan respon yang agresif terhadap dirinya ketika ada sesuatu yang menantang, tapi juga ke arah yang cenderung kemajuan dalam hal baik (progresif) atau yang terlihat. Karena sigap terhadap rasa secara personalnya. Kalau bahasa lainnya imun tubuh, yang biasanya memiliki sifat kebal untuk melawan bakteri asing pada tubuh. 

Perempuan identik dengan AKU, Ketika ia berinteraksi dengan manusia lain;  itu artinya "aku yang lain". Bisa dirasahkan bagaimana emosi ketika ia melihat yang lain, seakan-akan sama seperti dirinya sendiri, artinya ia pekah sekali. Ternyata itu bawaan dari sanah, dari kata "AKU" dasarnya juga Wanita atau Ibu, ini memang karakter keibuan untuk semua mahkluk pada umumnya, dan khususnya sebagai ibu rumah tangga. 

Ada kemunafikkan dalam realisasinya menerapkan keakuan oleh individu-individu wanita khususnya. Mungkin tak banyak, tapi akan ada ketika dibenturkan dengan persoalan yang bertolak-belakang. Ketika penguasaan dirinya sudah melampaui batas kesabaran akhirnya yang harusnya ia menyingkapi atas suatu permasalahan, justru memaksakan untuk mengendalihkan. Pada Hal itu diluar kapasitas diri nya. 

Ada yang menarik, bagaimana kesabaran keibuaan pada umumnya selalu ia akan memperlakukan sama, tapi ketika logika selalu bicara dominannya adalah kuantitstif dan khususnya urutan, tentu akan ketemu perilaku si Ibu, ketika ia menentukan urutan dan sudah ada sinyal secara sensorik. Contoh ada dalam pikiran seorang Ibu tentang dua anak, sekilas terlihat ia punya kasih yang sama, akan tetapi dibalik itu, anaknya sendiri harus nomor satu, apa pun alasannya.

Contoh tadi tidak ada yang salah, ketika itu sebagai manusia, ketika itu sebagai keakuan, ketika itu sebagai ibu dan ketika itu pengaruh atas dasar  kenyataan etik yang sudah tertanam dalam sangsi sosial...

Di sanah ada akal sehat dalilnya untuk menentukan urutan (prioritas). Paling bahayanya ketika penentuan urutan itu, kemudian terlihat bahkan dirasahkan oleh Aku yang lain yang dilakukan oleh sih Aku ini...

Saya berpandangan bahwa, ketika roh sih Aku tadi, dikendalihkan oleh keinginan daging. Maka dalam realisasinya ada pembenturan nurahni. 

Boleh saja,hal itu terjadi. Tapi ketika hal itu dirasahkan oleh diri yang lain, baik wanita dan pria. Maka dipastikan, Aku tadi,sedang kehilangan keakuan yang sesungguhnya. 

Tetapi juga, keaslihan yang lain selain itu adalah, tingkat kecerdasan dan kelicihkan yang dimiliki wanita ibarat burung merpati "pepatah" alias terlihat ramah, tp susah bersahabat.

Tidak terlepas juga dari masa nenek moyang, ribuan tahun yang lalu. Kebiasaan yang menentukan perilaku.

Dahulu khan tugas pria hanya mencari makan (nafka) dan tugas wanita mengelolah dan menjaga anak. Dari pengalaman itu secara matematis yah 2:1 secara tugasnya kemudian dari tugas tersebut menjadi kegiatan secara jumlah yang menyababkan pria satu kegiatan (cari nafka) dan wanita dua (olah makanan dan jaga anak). Jadinya tingkat kefokusan, tingkat ketelitian dan ketajaman dalam mengerjakan, wanita lebih banyak dan pria sedikit sehingga wanita lebih banyak tau hal lain yang tidak diketahui\dikerjakan oleh pria. Kalau bahasa sekarang "jam terbang" 

Itulah sebabnya kalau hubungan dengan soal "AKU atau Keakuan", wanita terlalu sensitifi dan teliti. Tapi bisa menjadi salah, ketika terjadi bentrok. Saking banyak taunya wanita, gadaikan keakuannya karena kepentingan tertentu. Akhirnya sengsara antara batin dan akal. Mungkin kuncinya keseimbangan!


Purwakarta, 22 Maret 2024.

Post a Comment for "Bunda"