Animal Abuse
![]() |
https://jateng.nu.or.id/taushiyah (Ketika Seorang Wanita Dicakar Kucing di Neraka) |
Persis ingat, malam jumat seesudah salat isha, langit begitu cerah sedang purnama bersinar di atas kabut tipis. Kami tinggal di sebuah desa yang perbatasan dengan ibu kata negara (IKN) dan tetangga kami mayoritas umat muslim yang sangat rukun. Sore hari rumah tuan kami sedang ada pengajian ibu-ibu, jadi rutinitas dan bergilir di Rukun Tetangga (RT) yang kami tinggali, dilantungkannya pembacaan yasin begitu nyaring, hal itu memanggil semua tetangga (kucing-kucing) tentu datang berkumpul, seakan-akan demi tulangan zamuan yang sudah pasti kami pumgut di wastavel, keranjang sampah bahkan tempat pembakaran sampah.
Sehabis kegiatan pengajian, entah kekasihku ikuti para zamaah ibu-ibu, biasanya kembali atau ketemu kembali dalam beberapa waktu pada tempat-tempat tertentu, tapi sering ketemunya sekitar halaman rumah tuan kami. Namun lain cerita hari itu, rasa gelisahku bagai kabut gelap menutupi pikiran dan batin, aku seperti tenggelam di dasar laut yang semakin gelap, semakin jauh dan semakin hening yang lara, pelik! Hanya penantian dan kesetian semu yang dibanjiri halusinasi belaka yang tak kunjung semu!
Semua tentang seperti tak berdaya, terbungkusih lesuh yang berkepanjangan, dari sejam ke dua jam, ke tiga jam sampai subuh, siang, soreh keembali ketemu malam lagi tak muncul 4 kumis pada batang hidungnya depanku. Aku bergelinang air mata tanpa sebab secara fisik, namun batinku begitu tercabik oleh cambuk-cambuk sepih. Seolah-olah dia membawa dunia ini pergi jauh dan aku ditinggalkan entah di lembah-lembah dunia kesunyian dan keabadian...
Hari-hari begitu melewatiku dengan tidak merasa bersalah, sedangkan aku terbungkusih pilu yang merana. Tak seekor pun menghiburku, tak seorang pun berinteraksi denganku. Bahkan aku jauh dari kata haus, lapar, bahkan berpindah tempat, seakan-akan menjadi batu. Dan aku bukan seekor mistikus!
Karenah dunia menolak, memberitahu dimana kekasihku. Mungkin dunia dilanda wabah ketidak beragaman mahkluk untuk hidup rukun di planet ini, semua memberangus dan tertanjab dalam lumpur ber-ruang peredam gelombang suarah, mulut-mulut mereka tersumbat oleh ketidak puasan akan materi/n'ril. Dalam heningku, aku menempuh jalan setapak yang semakin dalam, kedalaman batin, melampaui keabu-abuan bayangan kekasih, melampaui batas-batas keheningan yang sejati.
Suatu hari (setelah seminggu) kemudian, RT yang kami tinggali ada pemeriksaan kesehatan hewan gratis yang di dalamnya ada psikologi hewan. Bekerja sama dengan pemerintah desa dan RT kami yang diwakili untuk seRW, karena RT kami memang kucing terbanyak dan beberapa anjing serta hewan-hewan peliharaan manusia lainnya.
Mitos itu, yang katanya kucing mempunyai 9 nyawa... dalam hal ini, kekasihku tak bisa kembali dengan nyawa yang lain, bahka aku tidak bisa menemukannya melalui nyawa yang lain, sampai berinkarnasi juga tidak bisa. Semua bahasa simbolik yang diciptakan manusia adalah karena ada sesuatu dibalik sesuatu, sebab satu keabadian duniawi adalah "berpasang-pasangan" secara kausalitas.
Manusia kadang mengada-ada, dengan dalil-dalil akademis, religius, mistik dan lain-lainnya. Tidak ada cerita sepanjang sejarah yang mengatakan tentang "ada" kehidupan setelah kematian, istilah surga dan nerka, semua dokmatis yang mendoktin dan mudah mempercayai sesuatu yang mengada-ada. Buktinya manusia tidak bisa mengirimkan sinyal atas keberadaan kekasihku, buktinya sampai aku hanyut kedalaman batin yang paling dalam pun, aku tidak menemukan siapa-siapa?
Perbedaannya tidak bisa manusia hidup setara dengan Alam, mereka dibutahkan oleh hastrat dan keterbatasan akal dari ketiadaan yang tak bisa diakses secara intuitif, mereka cukub sampai kepada dokma teologi, mistis, filsafat dan pengetahuan lain yang bisa saja terjadi dengan sendirinya di sejagat yang begitu sempurna perubahannya, termasuk masa lalunya yang sudah menjadi dongeng. Semua tentang jelaja ruang hampa yang kemudian mengorbankan gagasan untuk menghadirkan bentuk yang lain yang merupakan keindahan atas kemauan sendiri, dan perlu disadari bahwa, karya itu selaras dengan semesta apa justru kontradiktif.
Semesta yang dibuat manusia melalui karya-karya "penyair, pemusik, pelukis, bahkan pewahyu" dan semesta yang ada sejak semulah, itu titik temunya sejengkal, yang mungkin sangat jauh atau mendekati sempurnah, tapi sebaliknya apa bila sejengkal manusia dipakai oleh sejengkal kucing. Lalu yang bisa menyamakan satuan alat ukur itu siapa?
Ini bukan soal "Yin & Yang"
Tapi lebih dari sekedar kata (Hitam & Putih) secara tegas dan pa bila, kita memilih satu di antara yang lain "hitam atau putih" dari titik temu kedua nya, "yang bertentangan" itu, semakin jauh kepada sumbernya yang tidak ada ujungnya (tak terhingga) semakin terang atau semakin gelap yang abadi.
09/21/24
Post a Comment for "Animal Abuse"