Jalan Sunyi
![]() |
Edelwis (Anaphalis Javanica) Bharudin.17/08/23. MT Ciremai 3078 M.Dpl |
Aku itu banyak, ibarat suku besar dan sub-sub suku yang terdiri dari marga-marga, di dalam marga-marga pun di pisahkan oleh karakter-karakter yang dibentuk dari geografis, jenis makanan yang dimakan, dari setiap keluarga yang berbeda bahkan pengaru hal lain yang abstrak seperti kepercayaan, atau adat, pendidikan dan sejenisnya walau ngakunya semarga. Bila ibarat komponen di dalam Aku yang terdiri dari ke-aku-akuan-Ku.
Semua aku memiliki peran dan fungsi yang berbeda namun. Aku yang harusnya ada di dalam aku, bukan sebaliknya, ibarat ungkapan imajinatif dari buku "Sejarah Tentang Tuhan" (Hal 141) ini ; "Ketika berada di atas kuda penunggang, bergatung atas binatang itu, tetapi dia lebih unggul dari pada kuda dan memegang kontrol lewat tali kekang".
Lantas aku-aku yang lain itu ibarat kuda, memang. Namun yang mengendalikan aku atau kendali sebagai pengontrol adalah Aku. Secara gagasan yang letak pada Aku baik secara fisik, jiwa dan raga/ruh kalau bahasa ilmu pengetahuan tak lain adalah "Ontologi, Epistemologi, Aksiologi dan Logika yang terdiri dari (Etika & Estetika).
Tapi seperti sa yang awam, Aku dalam aku tak lain dari sebua jalan sunyi yang semakin pelik, bahkan mengatasi kesuraman jarak pandang lain adalah berani berfikir sendiri! yang tugas utamanya adalah mengendalikan aku. Analoginya sederhananya, seperti membersihkan sejumlah gulma pada sepohon durian, selain gulma juga kendalihkan hama, perhatikan kebutuhan air serta pupuknya, kemudian lama kelamaan durian akan besar, lalu belajar berbuah pertama, kedua dan semakin berbuah dari satu musim ke musim berikutnya. Satu hal lain yang penting di antara yang tadi, perlunya menyeleksi atau membedahkan setiap ranting dari batang utama kemudian membedahkan tunas air dan cabang calon buah.
Kendalinya Aku pada aku itu kompleks, tapi pada priode waktu singkat yang tingkat kegagalan dan keberhasilan yang sama-sama tipis. Seperti perumpamaan pohon durian dan pengganggunya.
seseruh itu yah? semakin mengaqrapkan Aku dan aku, ibarat menjelajah hutan rimbanya yang kaya akan keanekaragaman hayati yang belum terjamah dan terjadi sesuai seiring waktu cara menurut alamnya. Namun sangat besar pengaruhnya kehangatan cahaya di langit. Lalu Aku sebagai penjelaja yang ingin semakin menyepihkan diri dari aku-aku yang lain, dan nyatanya semakin tak jelas yang ada, untuk dari Aku ke Aku pula itu bukan tujuan!
Emang pelik, sebuah jalan sunyi, ingin ku berkata fack dan sa merasa legah saat itu. Tapi sebentar, lalu sepanjang apa pun tentu akan kembali pada ketidak jelasan dan semakin jadi apa pun dia, kayaknya ...
Sesungguhnya jalan sunyi itu, berada di pengantar antara waktu, diatara apa pun dan di mana saja. Tapi yang pasti dia terapit, misalkankan di selah antara senang dan sedih, si kata sambung (konjungsi) "dan" adalah kemungkinan sesuatu itu "jalan sunyi" atau kata lain tahan lapar tak baik, atau makan terlalu kenyang juga tak baik, tentu makan secukupnya dalam artian makan sebelum lapar serta berhenti/selesai makan sebelum kenyang, atau ibarat lain yang lebih akurat adalah keseimbangan "barang kali" konteks jalan sunyi adalah di antara sepi dan keramain, atau pertengahan diantara hentakan (hembus-menarik nafas) atau spasi di antara Aku dan aku!
& jalan sunyi itu, harusnya seperti seorang penyair yang menangkap gagasan seperti yang dilepaskan peluru senapan sang pemburu, lalu merasahkan dan menikmati keindahan kata-kata, makna dan emosi yang tersampaikan dalam bahasa-bahasa puisi. Tapi rupanya, ini sebuah "sesuatu" yang tak sempat dimaknai, andai daku maknet bahkan penangkal petir, namun yang tak sempat dimaknai! dalam kesuraman yang absurd!
09/10/2024
Post a Comment for "Jalan Sunyi"