Persimpangan Derau
Is There Light in the Inner Tunnel?
![]() |
Sumber: gofundme.com/f/theres-light-in-tunnel |
Mungkin sebagian pemikir yang pikirannya selalu berkelana sesuka-suka dan biasanya dimanjakan (tidak sadar kalau kita manusia itu berfikir) setelah akhirnya sadar tapi lupa dan dilanjutkan lagi berfikir yang tiada akhir tapi bisa macam-macam kalau telusuri jejak pikiran itu sendiri dalam setiap waktunya, lalu alasan klasik nya adalah manusia hidup berdasarkan pikiran alias; (Hidup Selaras dengan Alam), seperti para Kaum Stoik. Mungkin Kaum Stoik sudah melewati tahab ini, mungkin saja model ini adalah kotoran kukunya para sepuh/pemikir besar seperti Aristoteles, Nietzsche, Ibnu Sina dls.
Anggab saja kedua persimpangan itu, mereka berdialog di meja sang manusia, manusia harus nya bisa mengendalikan, layak nya seorang pengacara/moderator yang tegas atas sebuah dialok yang profesional dan sengit, nyata nya manusia justru menjadi alat yang bisa melayani kedua persimpangan tersebut "suam-suam kuku". Apakah manusia bisa membuat jalan sendiri di antara kedua persimpangan itu, dengan cara melampaui si moderator?
Harus nya bisa, karena manusia itu seutuh nya, sedangkan pikiran dan tindakan itu hanya dua dari manusia itu sendiri, lalu pertanyaan menarik lainnya, kenapa..., nyatanya tidak begitu? manusia selalu bermuara di pojok pikiran dan tindakkan? bahkan dihantui oleh kegundagulanaan semata! Memang sebagian kenyataan kedua hal diikatkan oleh hal-hal diluar diri manusia itu, seperti kerjaan atau tanggung jabab tertentu, di tempat-tempat dan waktu-waktu tertentu tapi tiada masalah, katerena itu bagian dari instrumen/kemasan dari hidup dan kehidupan.
Kemungkinan alasan klasik lainnya, manusia itu selalu bilang bahwa "menahan diri" satu-satu nya jalan kendalikan kedua hal tadi (pikiran dan tindakkan), tapi pernyataan ini justru mmelahirkan pertanyaan baru pula, emangnya menahan diri tidak bertentangan dengan pikiran dan tindakkan? pada dasarnya itu sama dengan istilah nya "tutup luang-gali lubang" sebab setiap saat batin menjadi seperti penampungan air, yang harus tambal terus karena sering bocor oleh pikiran yang didalilkan sebagai dalil dasar penahan!
Ekstrem nya, sebab tiada gunanya itu. Tapi alternatif lain, manusia mampu mengikat antara pikiran dan tindakkan, ikatan ampu yang selalu diperbaharui pada setiap tingkatan atau lompatan waktu, mungkin manusia akan menyimpulkan ini adalah tentang fokus atau konsisten, tapi kedua nya tidak ada korelasi, karena konsisten itu kotinyu sementara fokus itu static.
Untuk menjelajah ke dalam diri, sebuah keheningan adalah alat yang harus diperoleh dengan cara latihan melewati rasa sakit dan menderiita yang luar biasa. Dan tantangan hening itu yang pertama adalah indra yang harus kendalikan secara keseluruan sebagai atribut kemanusiaan, seperti melepaskan switers dari badan, lalu melepaskan baju dari tubuh, membersihkan badan dengan sabun, mencukuri semua jenis bulu dan rambut pada badan, menguliti badan tapi rongga pori, dan sel-sel lain nya tidak boleh terputus, lepaskan daging dari lemak-lemak dan sistem lain nya secara biologis "ibaratnya" tapi tanpa disembeli si manusianya, biarkan tetap berfungsi normal dengan cara terpisah organ-organ dan difungsikan normal sebagai manusia atas dirinya. Logika umum nya, bila difungsihkan manusia akan berfungsi, tapi tidak bisa berjalan karena belum menjadi utuh (satu) dalam artian tenang/hening
Bukan menaklukkan, karena bukan berhadapan dengan hal-hal diluar diri, tapi berhadapan dengan diri sendiri. Sebuah ketenangan sejati itu, melepaskan semua keinginan dan menganggap segalah sesuatu itu sampah! alias tiada guna. Semakin tiada guna atas semua yang kelihatan mau pun yang tidak kelihatan!
kemudian membiarkan menyatu kembali, lalu menjadi yang lain dengan cara yang berbedah, sementara tetap menjadi manusia. Seperti inkarnasi dan iluminasi.
Tugas berikutnya, kalau begitu siapa yang pengendali di balik nya? alias iluminasi itu?
Jawa Barat, 16/09/24
Post a Comment for "Persimpangan Derau"